Rabu, 01 April 2015

TEATER INTERDISIPLINER


TEATER INTERDISIPLINER

MAKALAH
Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Kajian Drama
Dosen Pengampu Drs. Larlen, M.Pd

Oleh
Kelompok II
Teja Pratama               A1B112003
Herti Gustina              A1B112005
Imadona                      A1B112007
Fitri Lestari                 A1B112025
Mesha Nita Sari          A1B112053
Semester IV, Kelas A
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
Oktober, 2014


KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas rahmat dan hiyadah yang telah Ia berikan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada wak-tunya.
Kemudian ucapan terima kasih penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, baik berupa sarana dan prasarana maupun berupa ide-ide atau gagasan-gagasan sehingga makalah ini dapat tersele-saikan dengan baik.
Makalah ini dibuat dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah Kajian Drama sebagai bahan latihan dalam membuat sebuah makalah ilmiah. Dalam makalah ini penulis mengangkat topik bahasan mengenai Pengkajian Teater Inter-disipliner. Melihat pentingnya gaya bahasa dalam karya sastra sebagai unsur pem-bangun dari sebuah karya sastra.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, apabila ada kesalahan dan ke-kurangan penulis mohon maaf. Kritik maupun saran dibuka demi perbaikan maka-lah ini untuk selanjutnya.
Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Jambi,    Oktober 2014

Penulis


Text Box: i
 




DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1  Latar Belakang Masalah.................................................................................. 1
1.2  Rumusan Masalah........................................................................................... 1
1.3  Tujuan Penulisan............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
2.1  Hakikat Teater................................................................................................
2.2  Pengkajian Teater Interdisipliner....................................................................
BAB III PENUTUP............................................................................................. 19
Simpulan................................................................................................................ 19
DAFTAR RUJUKAN.......................................................................................... 20
















BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Teater dapat dikatakan sebagai manifestasi dari aktivitas naluriah, seperti misalnya, anak-anak bermain sebagai ayah dan ibu, bermain perang-perangan, dan lain sebagainya. Teater pada dasarnya adalah seni pertunjukan yang dipentaskan. Teater inter disipliner menerapkan teater = kerja, teater = kerja seni, teater = tempat menghidupkan tokoh, teater = pertunjukan, teater = pertunjukan langsung, pertunjukan populer dan seni teater.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Jelaskan yang dimaksud dengan teater
2.      Apa saja yang termasuk kedalam teater interdisipliner

1.3  Tujuan penulisan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan kajian drama.yang membahas masalah teater interdisipliner.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  HAKIKAT TEATER
Menurut Cohen (1983)  menyebutkan bahwa teater adalah “Wadah kerja artistik dengan aktor menghidupkan tokoh, tidak direkam, tetapi langsung dari naskah.”
Teater berasal dari kata Yunani, theatron (bahasa Inggris, Seeing Place) yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. Dalam perkembangannya, dalam pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Dengan demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah pertunjukan, misalnya ketoprak, ludruk, wayang, wayang wong, sintren, janger, mamanda, dagelan, sulap, akrobat, dan lain sebagainya.
Teater dapat dikatakan sebagai manifestasi dari aktivitas naluriah, seperti misalnya, anak-anak bermain sebagai ayah dan ibu, bermain perang-perangan, dan lain sebagainya. Selain itu, teater merupakan manifestasi pembentukan strata sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan masalah ritual. Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan, keduanya memiliki unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis. Berdasarkan paparan di atas, kemungkinan perluasan definisi teater itu bisa terjadi. Harymawan (dalam Santosa, 2008:1) membatasi teater sebagai berikut: “tidak ada teater tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka, terungkap di layar maupun pertunjukan langsung yang dihadiri penonton, serta laku di dalamnya merupakan realitas fiktif”. Dengan demikian teater adalah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan disaksikan oleh penonton.
Namun, teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang berasal dari kata Yunani kuno draomai yang berarti bertindak atau berbuat. Kata lain dari drama yakni drame yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting tapi tidak bertujuan mengagungkan tragika. Kata “drama” juga dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani Kuno (800-277 SM).
Hubungan kata teater dan drama bersandingan sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra (Santosa, 2008:1).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah teater berkaitan langsung dengan pertunjukan, sedangkan drama berkaitan dengan lakon atau naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan disaksikan oleh penonton. Jika drama adalah lakon dan teater adalah pertunjukan maka drama merupakan bagian atau salah satu unsur dari teater. Jika digambarkan maka peta kedudukan teater dan drama adalah sebagai berikut.
Dengan kata lain, secara khusus teater mengacu kepada aktivitas melakukan kegiatan dalam seni pertunjukan (to act) sehingga tindaktanduk pemain di atas pentas disebut akting. Istilah akting diambil dari kata Yunani dran yang berarti, berbuat, berlaku, atau beraksi. Karena aktivitas beraksi ini maka para pemain pria dalam teater disebut aktor dan pemain wanita disebut aktris (Harymawan dalam Santosa, 2008:2). Meskipun istilah teater sekarang lebih umum digunakan tetapi sebelum itu istilah drama lebih populer sehingga pertunjukan teater di atas panggung disebut sebagai pentas drama. Hal ini menandakan digunakannya naskah lakon yang biasa disebut sebagai karya sastra drama dalam pertujukan teater.
Di Indonesia, pada tahun 1920-an, belum muncul istilah teater. Yang ada adalah sandiwara atau tonil (dari bahasa Belanda: Het Toneel). Istilah Sandiwara konon dikemukakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro VII dari Surakarta. Kata sandiwara berasal dari bahasa Jawa sandi berarti rahasia, dan wara atau warah yang berarti, pengajaran. Menurut Ki Hajar Dewantara sandiwara berarti pengajaran yang dilakukan dengan perlambang (Harymawan dalam Santosa, 2008:3).
Rombongan teater pada masa itu menggunakan nama Sandiwara, sedangkan cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah teater bagi masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan (Kasim Achmad, dalam Santosa, 2008:4). Keterikatan antara teater dan drama sangat kuat. Teater tidak mungkin dipentaskan tanpa lakon (drama). Oleh karena itu pula dramaturgi menjadi bagian penting dari seni teater.
Dramaturgi berasal dari bahasa Inggris dramaturgy yang berarti seni atau tekhnik penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk teater. Berdasar pengertian ini, maka dramaturgi membahas proses penciptaan teater mulai dari penulisan naskah hingga pementasannya. Menurut Harymawan (dalam Santosa, 2008:4) tahapan dasar untuk mempelajari dramaturgi yang disebut dengan formula dramaturgi. Formula ini disebut dengan fromula 4 M yang terdiri dari, menghayalkan, menuliskan, memainkan, dan menyaksikan.
M1 atau menghayal, dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang karena menemukan sesuatu gagasan yang merangsang daya cipta. Gagasan itu timbul karena perhatian ditujukan pada suatu persitiwa baik yang disaksikan, didengar maupun dibaca dari literatur tertentu. Bisa juga gagasan itu timbul karena perhatian ditujukan pada kehidupan seseorang. Gagasan atau daya cipta tersebut kemudian diwujudkan ke dalam besaran cerita yang pada akhirnya berkembang menjadi sebuah lakon untuk dipentaskan.
M2 atau menulis, adalah proses seleksi atau pemilihan situasi yang harus dihidupkan bagi keseluruhan lakon oleh pengarang. Dalam sebuah lakon, situasi merupakan kunci aksi. Setelah menemukan kunci aksi ini, pengarang mulai mengatur dan menyusun kembali situasi dan peristiwa menjadi pola lakon tertentu. Di sini seorang pengarang memiliki kisah untuk diceritakan, kesan untuk digambarkan, suasana hati para tokoh untuk diciptakan, dan semua unsur pembentuk lakon untuk dikomunikasikan.
M3 atau memainkan, merupakan proses para aktor memainkan kisah lakon di atas pentas. Tugas aktor dalam hal ini adalah mengkomunikasikan ide serta gagasan pengarang secara hidup kepada penonton. Proses ini melibatkan banyak orang yaitu, sutradara sebagai penafsir pertama ide dan gagasan pengarang, aktor sebagai komunitakor, penata artsitik sebagai orang yang mewujudkan ide dan gagasan secara visual serta penonton sebagai komunikan.
M4 atau menyaksikan, merupakan proses penerimaan dan penyerapan informasi atau pesan yang disajikan oleh para pemain di atas pentas oleh para penonton. Pementasan teater dapat dikatakan berhasil jika pesan yang hendak disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penonton. Penonton pergi menyaksikan pertunjukan dengan maksud pertama untuk memperoleh kepuasan atas kebutuhan dan keinginannya terhadap tontonan tersebut.
Formula dramaturgi seperti disebutkan di atas merupakan tahap mendasar yang harus dipahami dan dilakukan oleh para pelaku teater. Jika salah satu tahap dan unsur yang ada dalam setiap tahapan diabaikan, maka pertunjukan yang digelar bisa dipastikan kurang sempurna. Oleh karena itu, pemahaman dasar formula dramaturgi dapat dijadikan acuan proses penciptaan karya seni teater.
2.2  Pengkajian Teater Interdisipliner
Apabila diperinci definisi teater, maka akan terdapat 6 wilayah pengertian di dalamnya, yaitu:
a.      Teater = Kerja
Kerja dalam dunia teater berarti kerja keras. Pementasan pada dasarnya merupakan kerja menghidupkan kembali. Pementasan teater merupakan himpu-nan manusia dengan kemampuan yang berbeda. Mobilitas serta koordinasi mere-ka bukanlah kerja yang ringan. Maka, ketika kita berencana akan mementaskan karya shakespeare, hamlet, misalnya, maka kita akan membayangkan kerja fisik yang melelahkan, yaitu mulai dari perencanaan produksi, perancangan panggung, hingga pemanggungan dan promosinya serta penanganan penonton. Kerja sema-cam ini sama halnya ketika kita membayangkan kebesaran karya naskah drama itu sendiri.
Kerja teater pada umumnya terbagi ke dalam berbagai keterampilan seni:
1)      Akting; merupakan penghadiran tokoh oleh seorang aktor.
2)      Perancangan; merupakan kerja membuat pola audiovisual, skeneri, properti, kostum, tata rias, tata lampu, tata musik, publikasi, iklan, dan beberapa peran-cangan kebutuhan lainnya.
3)      Perakitan; merupakan kerja pertukangan, misalnya tukang kayu, tukang jahit, tukang listrik, perekam, pelukis, pengrajin khusus yang bertugas untuk me-rancang dan menterjemahkan konsep ke dalam realita panggung.
4)      Penggabungan adegan atau running time; para teknisi mencatat adegan demi adegan dan secara hati-hati menggabung tahapan plot waktu, cahaya, bunyi, pergantian skeneri, penempatan dan pergantian properti, perbaikan, perganti-an dan kebersihan kostum.
Selain, kerja keterampilan seni, kerja teater meliputi pula kerja menejerial:
1)      Produksi; menyatukan semua kemampuan anggota, fasilitas ruang, dan ke-uangan, mengawasi jalannya produksi dan usaha promosi, mendiskusikan berbagai permasalahan dan membagi kerja sesuai konsep.
2)      Penyutradaraan; mengawasi dan mengembangkan produksi artistik, serta me-lengkapinya dengan sebuah visi yang menyatukan dan mengkoordinasikan semua komponen pementasan serta mengawasi pula program latihan.
3)      Menejer panggung; bertanggung jawab terhadap penggabungan atau running produksi pentas serta semua kesulitannya. Tanggung jawab menejer pang-gung dimulai, yaitu ketika gladi bersih, pementasan berlangsung, dan sesu-dahnya.
4)      Menejer kerumah tanggaan; bertanggung jawab pada undangan, tempat du-duk penonton, dan melengkapi kenyamanan penonton.
b.      Teater = Kerja Seni
Teater merupakan kerja seni yang paling objektif, karena secara karakte-ristik teater menghadirkan sekaligus baik pengalaman luar maupun dalam hidup manusia melalui kemampuan akting seorang pemain. Teater merupakan pula kerja seni yang cukup kompleks. Hal ini disebabkan teater menuntut kehadiran bebera-pa seniman-aktor, penulis naskah, sutradara, pemusik, pelukis, penata lampu, ko-reografer dan sebagainya untuk menggabungkan kreatifitasnya. Kompleksitas ini menyebabkan teater dianggap sebagai seni gabungan (kolaborasi), dan bukan seni murni. Seni teater tidak pernah menjadi seni murni dalam arti bahwa teater ditam-pilkan sebagai karya seniman tunggal.
Aktor dan penulis berdasarkan fungsinya saling bergantung satu sama lain. Namun aktor mampu melatih tubuhnya tanpa bantuan naskah, yaitu ketika ia me-lakukan improvisasi vokal dan tubuhnya. Untuk memukau penonton, diperlukan organisasi keterampilan aktor yang kemudian mendekatkannya pada fungsi penu-lis. Jelas bahwa terjadi saling ketergantungan antara penulis dan aktor, namun ke-dua seniman ini membutuhkan seorang sutradara. Sutradara dibutuhkan untuk me-ngoreksi aktor ketika membaca dan mengamati posisi aktor di atas panggung, ser-ta menginterpretasi makna naskah.
c.       Teater = Tempat Aktor untuk Menghidupkan Tokoh
Seni teater melibatkan aktor yang menghidupkan tokoh cerita. Lebih jauh lagi, aktor menghidupkan tokoh beserta karakternya yang menjadi unsur terpen-ting bagi teater dan bahkan menjadi masalah mendasar bagi sebuah produksi tea-ter. Bagi seorang aktor, seni akting merupakan sublimasi kombinasi antara kebe-basan yang muncul tanpa nama (ketika ia berada di balik topeng) dengan kepuas-an ego yang hadir dalam bentuk eksibisionisme. Jadi para aktor biasanya meng-ungkapkan hilangnya diri mereka tetapi sekaligus menemukan diri mereka dalam permainan. Keadaan ini berlangsung secara simultan.
Peniruan yang mendasari seni akting tidak mengarahkan pada tipuan atau akal-akalan. Tujuan akhir adalah bentuk artistik. Aktor tidak diharapkan menjadi orang lain tetapi abstraksi tokoh dramatik. Benar bahwa tokoh dramatik dihadir-kan oleh manusia hidup dan berasal dari tokoh yang hidup di keseharian, dan dia-log tercipta dari peristiwa yang sudah mensejarah. Namun tokoh bukan “orang lain”, ia adalah hasil olahan artistik, yaitu keberadaan yang dibentuk. Seperti yang kita saksikan saat ini, seni peniruan tidak lagi berbentuk topeng secara fisik, tetapi sebagai gantinya adalah rias, gestur, dan mimik. Berbagai metode dan teknik ak-ting dikembangkan sebagai cara menggambarkan tokoh yang akan diungkapkan oleh topeng dan vokalnya.
d.      Teater = Pertunjukan
Teater adalah pertunjukan. Pertunjukan adalah sebuah urutan laku (aksi) yang dilakukan di suatu tempat untuk menarik perhatian, memberi hiburan, pence-rahan dan keterlibatan orang lain. Orang lain dalam hal ini adalah penonton. Per-tunjukan teater dapat dilihat melalui susunan unsur teater (Brocket, 1988) yaitu: apa yang dipentaskan (teks, skenario, atau transkrip); pementasan (termasuk se-mua proses kreasi dan presentasi); dan penonton. Setiap unsur tersebut penting dan masing-masing mempengaruhi seluruh konsep tentang teater.
Apa yang dipentaskan sangatlah beragam. Seorang penghibur menyanyi, atau memainkan alat musik, menari, memainkan sepeda di atas pentas, atau bebe-rapa orang berimprovisasi di luar naskah tertulis. Semuanya mungkin berlangsung di suatu tempat yang disebut teater. Secara umum teater menggunakan teks tertu-lis. Teater terkadang tidak juga menggunakan skrip atau dialog. Apabila kita ter-paku pada teater yang memiliki unsur-unsur dramatis, kita akan tetap berhadapan dengan ragam dramatika yang muncul melalui adegan-adegan improvisasi, gerak pantomim, pertunjukan musik, dan drama kata. Lebih lanjut, pertunjukan tersebut bisa singkat atau panjang, bisa berkaiatan dengan tempat umum atau khusus, ade-gan komik atau serius.
Unsur kedua, pementasan, merupakan aktivitas yang kompleks dan bera-gam. Pementasan menterjemahkan potensi naskah, skenario, atau rancangan im-provisasi menjadi aktual. Apa yang disaksikan penonton ketika ia menyaksikan teater adalah carut marut antara teks dengan perancangan teater. Pementasan mengambil tempat di sebuah ruang yang bervariasi dari jalan, kebun, atau lapang-an hingga bangunan yang dirancang khusus bagi pementasan teater.
Unsur dasar ketiga adalah penonton. Bagi semua karya seni, kehadiran pe-nonton adalah utama. Penonton mempengaruhi teater dengan berbagai cara, misal-nya melalui umpan balik yang langsung diberikan kepada para pemain.
e.       Teater = Pertunjukan Langsung
Teater merupakan wadah interaksi antara wujud hidup aktor dan wujud hi-dup penonton. Aktor menyajikan pertunjukan dan pertunjukan tersebut mengha-dirkan keaktoran. Keaktoran menghadirkan tepuk tangan atau penghargaan dari penonton. Penghargaan inilah yang menciptakan sensasi dan kegairahan baik dari diri si aktor maupun penonton. Inilah kekuatan teater sebagai pertunjukan yang langsung berhadapan dengan penonton.
Kekuatan teater muncul, pertama melalui hubungan antara aktor dan pe-nonton. Unsur kekuatan kedua dari pertunjukan teater langsung berada pada hu-bungan antar anggota penonton yang menyatu ke dalam totalitas orang-orang yang saling tidak mengenal. Dan kekuatan ketiga dari teater langsung adalah ke-mampuannya untuk mencipta kualitas kekinian.

f.       Pertunjukan Populer dan Seni Teater
Dalam perjalanan waktu, pertunjukan teater dibagi menjadi dua bentuk ka-tegori: bentuk hiburan populer dan teater sebagai bentuk seni (Brockett, 1988). Hiburan populer terutama ditampilkan untuk menyenangkan penonton massal. Se-mentara banyak unsur-unsur dalam teater yang dapat ditampilkan sebagai bentuk hiburan, maka teater berpotensi pula sebagai karya seni. Seni berbeda dengan ke-hidupan yaitu menyingkirkan detil-detil yang tidak relevan dan mengatur peristi-wa-peristiwa sehingga mampu membentuk suatu pola keterkaitan. Maka suatu pertunjukan teater mencerahkan dan menyampaikan suatu pengalaman hidup ma-nusia.
Berbagai atribut yang ditujukan bagi teater, di anataranya adalah: seni me-rupakan salah satu metode pelacakan dan penyampaian pola-pola yang menunjuk-kan wawasan, persepsi, dan pemahaman tentang diri dan dunia kita; seni menjadi bentuk pengetahuan. Selanjutnya, seni adalah suatu imajinasi bagaimana mem-bentuk kembali pengalaman manusia yang langsung mempengaruhi kepekaan kita baik secara estetis maupun empatis, menyebabkan kita secara simultan terlibat da-lam pengalaman dan berpartisipasi di dalamnya secara emosional bahkan kita mampu memperoleh beragam wawasan darinya. Namun karena seni bekerja seca-ra tak langsung (hanya mengungkapkan pengalaman tapi tidak berusaha menjelas-kan semua dampaknya), sering bias, hanya dipahami sebagiannya saja, serta membuka beragam interpretasi alternatif, maka metode seni sering diangap tidak serius.
g.      Kualitas Khusus Teater
Di antara seni murni lainnya, teater menduduki tempat yang paling khusus karena dianggap sebagai karya seni terdekat dengan kehidupan; ia selalu ada dan muncul kembali dari masa ke masa. Tidak hanya pengalaman dan tindakan manu-sia sebagai subjek teater, tapi teater juga menggunakan tubuh manusia (aktor) un-tuk berkomunikasi dengan penonton. Bahkan teater memberi tempat bagi wujud yang non realistik seperti tari, musik, atau seni visual lainnya. Namun demikian, teater tetap menjadi karya seni yang paling mampu mencipta kembali pengalaman tipikal manusia. Teater juga menjadi karya seni yang paling objektif, karena ka-rakternya dapat menampilkan pengalaman kehidupan dalam dan luar batin manu-sia melalui suara dan akting aktor.
Kualitas khusus teater menyerupai kehidupan, sesaat, objektif, rumit, lang-sung menunjukkan kekuatan dan kelemahan teater.
h.      Nilai Pertunjukan Teater
Teater adalah bentuk seni yang memiliki potensi tertinggi untuk mendo-rong aspek-aspek humanis dalam hidup manusia, sehingga kita mampu memaha-mi aspirasi dan motivasi yang muncul di sekitar kita. Melalui permainan peran, misalnya, kita memahami siapa dan apa kita ini dan melihat diri kita yang terkait dengan orang lain. Kualitas suatu pertunjukan teater tergantung pada berbagai se-lera dan beragam kompleksitas, sehingga kita hanya mampu mempertajam persep-si kita dan memperkayanya. Untuk itu kita perlu mengembangkan pendekatan kita terhadap suatu pertunjukan teater, sehingga kita mampu menilai secara relatif ha-sil dari apa yang ditampilkan dan bagaimana cara menampilkannya. Kemudian ki-ta harus mengedepankan dan mengolah nilai-nilai teater yang berguna bagi kehi-dupan kita.


BAB III
PENUTUP
Simpulan








DAFTAR RUJUKAN
Yudiaryani. 2002. Panggung Teater Dunia. Jogjakarta: Pustaka Gondho Suli

Tidak ada komentar:

Posting Komentar