TEATER INTERDISIPLINER
MAKALAH
Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Kajian Drama
Dosen Pengampu Drs. Larlen, M.Pd
Oleh
Kelompok
II
Teja Pratama A1B112003
Herti Gustina A1B112005
Imadona A1B112007
Fitri Lestari A1B112025
Mesha Nita Sari A1B112053
Semester IV, Kelas A

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI

KATA PENGANTAR
Puji
syukur ke hadirat Allah SWT. atas rahmat dan hiyadah yang telah Ia berikan
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada wak-tunya.
Kemudian
ucapan terima kasih penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, baik berupa sarana dan prasarana maupun berupa
ide-ide atau gagasan-gagasan sehingga makalah ini dapat tersele-saikan dengan
baik.
Makalah
ini dibuat dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah Kajian Drama sebagai bahan
latihan dalam membuat sebuah makalah ilmiah. Dalam makalah ini penulis mengangkat
topik bahasan mengenai Pengkajian Teater Inter-disipliner. Melihat pentingnya
gaya bahasa dalam karya sastra sebagai unsur pem-bangun dari sebuah karya
sastra.
Demikianlah
yang dapat penulis sampaikan, apabila ada kesalahan dan ke-kurangan penulis mohon
maaf. Kritik maupun saran dibuka demi perbaikan maka-lah ini untuk selanjutnya.
Atas
perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Jambi, Oktober 2014
Penulis
![]() |
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..........................................................................................
i
BAB
I PENDAHULUAN...................................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................
1
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................
1
BAB
II PEMBAHASAN.....................................................................................
3
2.1 Hakikat Teater................................................................................................
2.2 Pengkajian Teater Interdisipliner....................................................................
BAB
III PENUTUP............................................................................................. 19
Simpulan................................................................................................................ 19
DAFTAR RUJUKAN.......................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Teater dapat dikatakan sebagai
manifestasi dari aktivitas naluriah, seperti misalnya, anak-anak bermain
sebagai ayah dan ibu, bermain perang-perangan, dan lain sebagainya. Teater
pada dasarnya adalah seni pertunjukan yang dipentaskan. Teater inter disipliner
menerapkan teater =
kerja, teater
=
kerja seni,
teater = tempat menghidupkan tokoh, teater = pertunjukan, teater = pertunjukan
langsung, pertunjukan populer dan seni teater.
1.2
Rumusan Masalah
1. Jelaskan yang dimaksud dengan teater
2. Apa saja yang termasuk kedalam teater
interdisipliner
1.3
Tujuan penulisan
Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan kajian drama.yang membahas masalah
teater interdisipliner.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
HAKIKAT TEATER
Menurut
Cohen (1983) menyebutkan bahwa teater
adalah “Wadah kerja artistik dengan aktor menghidupkan tokoh, tidak direkam,
tetapi langsung dari naskah.”
Teater berasal dari kata Yunani, theatron (bahasa Inggris, Seeing Place) yang artinya tempat atau
gedung pertunjukan. Dalam perkembangannya, dalam pengertian lebih luas kata
teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan di depan orang banyak.
Dengan demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah pertunjukan, misalnya
ketoprak, ludruk, wayang, wayang wong, sintren, janger, mamanda, dagelan,
sulap, akrobat, dan lain sebagainya.
Teater dapat dikatakan sebagai manifestasi dari aktivitas
naluriah, seperti misalnya, anak-anak bermain sebagai ayah dan ibu, bermain
perang-perangan, dan lain sebagainya. Selain itu, teater merupakan manifestasi
pembentukan strata sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan masalah ritual.
Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan, keduanya memiliki unsur-unsur
teatrikal dan bermakna filosofis. Berdasarkan paparan di atas, kemungkinan
perluasan definisi teater itu bisa terjadi. Harymawan (dalam Santosa, 2008:1)
membatasi teater sebagai berikut: “tidak ada teater tanpa aktor, baik berwujud
riil manusia maupun boneka, terungkap di layar maupun pertunjukan langsung yang
dihadiri penonton, serta laku di dalamnya merupakan realitas fiktif”. Dengan
demikian teater adalah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan
disaksikan oleh penonton.
Namun, teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang
berasal dari kata Yunani kuno draomai
yang berarti bertindak atau berbuat. Kata lain dari drama yakni drame yang berasal dari kata Perancis
yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka
tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat berarti lakon
serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting tapi tidak bertujuan
mengagungkan tragika. Kata “drama” juga dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno
(4000-1580 SM), sebelum era Yunani Kuno (800-277 SM).
Hubungan kata teater
dan drama bersandingan sedemikian
erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama lebih
identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra (Santosa,
2008:1).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah teater berkaitan langsung dengan
pertunjukan, sedangkan drama
berkaitan dengan lakon atau naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater
adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan
disaksikan oleh penonton. Jika drama
adalah lakon dan teater adalah
pertunjukan maka drama merupakan bagian atau salah satu unsur dari teater. Jika
digambarkan maka peta kedudukan teater dan drama adalah sebagai berikut.
Dengan kata lain, secara khusus teater mengacu kepada
aktivitas melakukan kegiatan dalam seni pertunjukan (to act) sehingga tindaktanduk pemain di atas pentas disebut akting.
Istilah akting diambil dari kata Yunani dran
yang berarti, berbuat, berlaku, atau beraksi. Karena aktivitas beraksi ini maka
para pemain pria dalam teater disebut aktor dan pemain wanita disebut aktris
(Harymawan dalam Santosa, 2008:2). Meskipun istilah teater sekarang lebih umum
digunakan tetapi sebelum itu istilah drama lebih populer sehingga pertunjukan
teater di atas panggung disebut sebagai pentas drama. Hal ini menandakan
digunakannya naskah lakon yang biasa disebut sebagai karya sastra drama dalam
pertujukan teater.
Di Indonesia, pada tahun 1920-an, belum muncul istilah
teater. Yang ada adalah sandiwara atau tonil (dari bahasa Belanda: Het Toneel).
Istilah Sandiwara konon dikemukakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro VII dari
Surakarta. Kata sandiwara berasal dari bahasa Jawa sandi berarti rahasia, dan
wara atau warah yang berarti, pengajaran. Menurut Ki Hajar Dewantara sandiwara
berarti pengajaran yang dilakukan dengan perlambang (Harymawan dalam Santosa,
2008:3).
Rombongan teater pada masa itu menggunakan nama Sandiwara,
sedangkan cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan
permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah
teater bagi masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan (Kasim
Achmad, dalam Santosa, 2008:4). Keterikatan antara teater dan drama sangat
kuat. Teater tidak mungkin dipentaskan tanpa lakon (drama). Oleh karena itu
pula dramaturgi menjadi bagian penting dari seni teater.
Dramaturgi berasal dari bahasa Inggris dramaturgy yang
berarti seni atau tekhnik penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk teater.
Berdasar pengertian ini, maka dramaturgi membahas proses penciptaan teater mulai
dari penulisan naskah hingga pementasannya. Menurut Harymawan (dalam Santosa,
2008:4) tahapan dasar untuk mempelajari dramaturgi yang disebut dengan formula
dramaturgi. Formula ini disebut dengan fromula 4 M yang terdiri dari,
menghayalkan, menuliskan, memainkan, dan menyaksikan.
M1 atau menghayal, dapat dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang karena menemukan sesuatu gagasan yang merangsang daya cipta.
Gagasan itu timbul karena perhatian ditujukan pada suatu persitiwa baik yang
disaksikan, didengar maupun dibaca dari literatur tertentu. Bisa juga gagasan
itu timbul karena perhatian ditujukan pada kehidupan seseorang. Gagasan atau
daya cipta tersebut kemudian diwujudkan ke dalam besaran cerita yang pada
akhirnya berkembang menjadi sebuah lakon untuk dipentaskan.
M2 atau menulis, adalah proses seleksi atau pemilihan
situasi yang harus dihidupkan bagi keseluruhan lakon oleh pengarang. Dalam
sebuah lakon, situasi merupakan kunci aksi. Setelah menemukan kunci aksi ini,
pengarang mulai mengatur dan menyusun kembali situasi dan peristiwa menjadi
pola lakon tertentu. Di sini seorang pengarang memiliki kisah untuk
diceritakan, kesan untuk digambarkan, suasana hati para tokoh untuk diciptakan,
dan semua unsur pembentuk lakon untuk dikomunikasikan.
M3 atau memainkan, merupakan proses para aktor memainkan
kisah lakon di atas pentas. Tugas aktor dalam hal ini adalah mengkomunikasikan
ide serta gagasan pengarang secara hidup kepada penonton. Proses ini melibatkan
banyak orang yaitu, sutradara sebagai penafsir pertama ide dan gagasan
pengarang, aktor sebagai komunitakor, penata artsitik sebagai orang yang
mewujudkan ide dan gagasan secara visual serta penonton sebagai komunikan.
M4 atau menyaksikan, merupakan proses penerimaan dan
penyerapan informasi atau pesan yang disajikan oleh para pemain di atas pentas
oleh para penonton. Pementasan teater dapat dikatakan berhasil jika pesan yang
hendak disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penonton. Penonton pergi
menyaksikan pertunjukan dengan maksud pertama untuk memperoleh kepuasan atas
kebutuhan dan keinginannya terhadap tontonan tersebut.
Formula dramaturgi seperti disebutkan di atas merupakan
tahap mendasar yang harus dipahami dan dilakukan oleh para pelaku teater. Jika
salah satu tahap dan unsur yang ada dalam setiap tahapan diabaikan, maka
pertunjukan yang digelar bisa dipastikan kurang sempurna. Oleh karena itu,
pemahaman dasar formula dramaturgi dapat dijadikan acuan proses penciptaan
karya seni teater.
2.2
Pengkajian Teater Interdisipliner
Apabila
diperinci definisi teater, maka akan terdapat 6 wilayah pengertian di dalamnya,
yaitu:
a.
Teater = Kerja
Kerja dalam dunia teater berarti
kerja keras. Pementasan pada dasarnya merupakan kerja menghidupkan kembali.
Pementasan teater merupakan himpu-nan manusia dengan kemampuan yang berbeda.
Mobilitas serta koordinasi mere-ka bukanlah kerja yang ringan. Maka, ketika
kita berencana akan mementaskan karya shakespeare, hamlet,
misalnya, maka kita akan membayangkan kerja fisik yang melelahkan, yaitu mulai
dari perencanaan produksi, perancangan panggung, hingga pemanggungan dan
promosinya serta penanganan penonton. Kerja sema-cam ini sama halnya ketika
kita membayangkan kebesaran karya naskah drama itu sendiri.
Kerja teater pada umumnya terbagi ke
dalam berbagai keterampilan seni:
1)
Akting;
merupakan penghadiran tokoh oleh seorang aktor.
2)
Perancangan;
merupakan kerja membuat pola audiovisual, skeneri, properti, kostum, tata rias,
tata lampu, tata musik, publikasi, iklan, dan beberapa peran-cangan kebutuhan
lainnya.
3)
Perakitan;
merupakan kerja pertukangan, misalnya tukang kayu, tukang jahit, tukang
listrik, perekam, pelukis, pengrajin khusus yang bertugas untuk me-rancang dan
menterjemahkan konsep ke dalam realita panggung.
4)
Penggabungan
adegan atau running time; para teknisi mencatat adegan demi adegan dan
secara hati-hati menggabung tahapan plot waktu, cahaya, bunyi, pergantian
skeneri, penempatan dan pergantian properti, perbaikan, perganti-an dan
kebersihan kostum.
Selain,
kerja keterampilan seni, kerja teater meliputi pula kerja menejerial:
1)
Produksi;
menyatukan semua kemampuan anggota, fasilitas ruang, dan ke-uangan, mengawasi
jalannya produksi dan usaha promosi, mendiskusikan berbagai permasalahan dan
membagi kerja sesuai konsep.
2)
Penyutradaraan;
mengawasi dan mengembangkan produksi artistik, serta me-lengkapinya dengan
sebuah visi yang menyatukan dan mengkoordinasikan semua komponen pementasan
serta mengawasi pula program latihan.
3)
Menejer
panggung; bertanggung jawab terhadap penggabungan atau running produksi pentas
serta semua kesulitannya. Tanggung jawab menejer pang-gung dimulai, yaitu
ketika gladi bersih, pementasan berlangsung, dan sesu-dahnya.
4)
Menejer
kerumah tanggaan; bertanggung jawab pada undangan, tempat du-duk penonton, dan
melengkapi kenyamanan penonton.
b.
Teater = Kerja Seni
Teater
merupakan kerja seni yang paling objektif, karena secara karakte-ristik teater
menghadirkan sekaligus baik pengalaman luar maupun dalam hidup manusia melalui
kemampuan akting seorang pemain. Teater merupakan pula kerja seni yang cukup
kompleks. Hal ini disebabkan teater menuntut kehadiran bebera-pa seniman-aktor,
penulis naskah, sutradara, pemusik, pelukis, penata lampu, ko-reografer dan
sebagainya untuk menggabungkan kreatifitasnya. Kompleksitas ini menyebabkan
teater dianggap sebagai seni gabungan (kolaborasi), dan bukan seni murni. Seni
teater tidak pernah menjadi seni murni dalam arti bahwa teater ditam-pilkan
sebagai karya seniman tunggal.
Aktor dan penulis berdasarkan fungsinya saling bergantung satu sama
lain. Namun aktor mampu melatih tubuhnya tanpa bantuan naskah, yaitu ketika ia
me-lakukan improvisasi vokal dan tubuhnya. Untuk memukau penonton, diperlukan
organisasi keterampilan aktor yang kemudian mendekatkannya pada fungsi penu-lis.
Jelas bahwa terjadi saling ketergantungan antara penulis dan aktor, namun ke-dua
seniman ini membutuhkan seorang sutradara. Sutradara dibutuhkan untuk me-ngoreksi
aktor ketika membaca dan mengamati posisi aktor di atas panggung, ser-ta
menginterpretasi makna naskah.
c.
Teater = Tempat Aktor untuk Menghidupkan Tokoh
Seni
teater melibatkan aktor yang menghidupkan tokoh cerita. Lebih jauh lagi, aktor
menghidupkan tokoh beserta karakternya yang menjadi unsur terpen-ting bagi
teater dan bahkan menjadi masalah mendasar bagi sebuah produksi tea-ter. Bagi
seorang aktor, seni akting merupakan sublimasi kombinasi antara kebe-basan yang
muncul tanpa nama (ketika ia berada di balik topeng) dengan kepuas-an ego yang
hadir dalam bentuk eksibisionisme. Jadi para aktor biasanya meng-ungkapkan
hilangnya diri mereka tetapi sekaligus menemukan diri mereka dalam permainan.
Keadaan ini berlangsung secara simultan.
Peniruan yang mendasari seni akting tidak mengarahkan pada tipuan
atau akal-akalan. Tujuan akhir adalah bentuk artistik. Aktor tidak diharapkan
menjadi orang lain tetapi abstraksi tokoh dramatik. Benar bahwa tokoh dramatik
dihadir-kan oleh manusia hidup dan berasal dari tokoh yang hidup di keseharian,
dan dia-log tercipta dari peristiwa yang sudah mensejarah. Namun tokoh bukan
“orang lain”, ia adalah hasil olahan artistik, yaitu keberadaan yang dibentuk.
Seperti yang kita saksikan saat ini, seni peniruan tidak lagi berbentuk topeng
secara fisik, tetapi sebagai gantinya adalah rias, gestur, dan mimik. Berbagai
metode dan teknik ak-ting dikembangkan sebagai cara menggambarkan tokoh yang
akan diungkapkan oleh topeng dan vokalnya.
d.
Teater = Pertunjukan
Teater
adalah pertunjukan. Pertunjukan adalah sebuah urutan laku (aksi) yang dilakukan
di suatu tempat untuk menarik perhatian, memberi hiburan, pence-rahan dan
keterlibatan orang lain. Orang lain dalam hal ini adalah penonton. Per-tunjukan
teater dapat dilihat melalui susunan unsur teater (Brocket, 1988) yaitu: apa
yang dipentaskan (teks, skenario, atau transkrip); pementasan (termasuk se-mua
proses kreasi dan presentasi); dan penonton. Setiap unsur tersebut penting dan
masing-masing mempengaruhi seluruh konsep tentang teater.
Apa
yang dipentaskan sangatlah
beragam. Seorang penghibur menyanyi, atau memainkan alat musik, menari,
memainkan sepeda di atas pentas, atau bebe-rapa orang berimprovisasi di luar
naskah tertulis. Semuanya mungkin berlangsung di suatu tempat yang disebut
teater. Secara umum teater menggunakan teks tertu-lis. Teater terkadang tidak
juga menggunakan skrip atau dialog. Apabila kita ter-paku pada teater yang
memiliki unsur-unsur dramatis, kita akan tetap berhadapan dengan ragam
dramatika yang muncul melalui adegan-adegan improvisasi, gerak pantomim,
pertunjukan musik, dan drama kata. Lebih lanjut, pertunjukan tersebut bisa
singkat atau panjang, bisa berkaiatan dengan tempat umum atau khusus, ade-gan
komik atau serius.
Unsur
kedua, pementasan, merupakan aktivitas yang kompleks dan bera-gam.
Pementasan menterjemahkan potensi naskah, skenario, atau rancangan im-provisasi
menjadi aktual. Apa yang disaksikan penonton ketika ia menyaksikan teater
adalah carut marut antara teks dengan perancangan teater. Pementasan mengambil
tempat di sebuah ruang yang bervariasi dari jalan, kebun, atau lapang-an hingga
bangunan yang dirancang khusus bagi pementasan teater.
Unsur dasar ketiga adalah penonton. Bagi semua karya seni,
kehadiran pe-nonton adalah utama. Penonton mempengaruhi teater dengan berbagai
cara, misal-nya melalui umpan balik yang langsung diberikan kepada para pemain.
e.
Teater = Pertunjukan Langsung
Teater
merupakan wadah interaksi antara wujud hidup aktor dan wujud hi-dup penonton.
Aktor menyajikan pertunjukan dan pertunjukan tersebut mengha-dirkan keaktoran.
Keaktoran menghadirkan tepuk tangan atau penghargaan dari penonton. Penghargaan
inilah yang menciptakan sensasi dan kegairahan baik dari diri si aktor maupun
penonton. Inilah kekuatan teater sebagai pertunjukan yang langsung berhadapan
dengan penonton.
Kekuatan
teater muncul, pertama melalui hubungan antara aktor dan pe-nonton. Unsur
kekuatan kedua dari pertunjukan teater langsung berada pada hu-bungan antar
anggota penonton yang menyatu ke dalam totalitas orang-orang yang saling tidak
mengenal. Dan kekuatan ketiga dari teater langsung adalah ke-mampuannya untuk
mencipta kualitas kekinian.
f.
Pertunjukan Populer dan Seni Teater
Dalam
perjalanan waktu, pertunjukan teater dibagi menjadi dua bentuk ka-tegori:
bentuk hiburan populer dan teater sebagai bentuk seni (Brockett, 1988). Hiburan
populer terutama ditampilkan untuk menyenangkan penonton massal. Se-mentara
banyak unsur-unsur dalam teater yang dapat ditampilkan sebagai bentuk hiburan,
maka teater berpotensi pula sebagai karya seni. Seni berbeda dengan ke-hidupan
yaitu menyingkirkan detil-detil yang tidak relevan dan mengatur peristi-wa-peristiwa
sehingga mampu membentuk suatu pola keterkaitan. Maka suatu pertunjukan teater
mencerahkan dan menyampaikan suatu pengalaman hidup ma-nusia.
Berbagai atribut yang ditujukan bagi teater, di anataranya adalah:
seni me-rupakan salah satu metode pelacakan dan penyampaian pola-pola yang
menunjuk-kan wawasan, persepsi, dan pemahaman tentang diri dan dunia kita; seni
menjadi bentuk pengetahuan. Selanjutnya, seni adalah suatu imajinasi bagaimana
mem-bentuk kembali pengalaman manusia yang langsung mempengaruhi kepekaan kita
baik secara estetis maupun empatis, menyebabkan kita secara simultan terlibat
da-lam pengalaman dan berpartisipasi di dalamnya secara emosional bahkan kita
mampu memperoleh beragam wawasan darinya. Namun karena seni bekerja seca-ra tak
langsung (hanya mengungkapkan pengalaman tapi tidak berusaha menjelas-kan semua
dampaknya), sering bias, hanya dipahami sebagiannya saja, serta membuka beragam
interpretasi alternatif, maka metode seni sering diangap tidak serius.
g.
Kualitas Khusus Teater
Di
antara seni murni lainnya, teater menduduki tempat yang paling khusus karena
dianggap sebagai karya seni terdekat dengan kehidupan; ia selalu ada dan muncul
kembali dari masa ke masa. Tidak hanya pengalaman dan tindakan manu-sia sebagai
subjek teater, tapi teater juga menggunakan tubuh manusia (aktor) un-tuk
berkomunikasi dengan penonton. Bahkan teater memberi tempat bagi wujud yang non
realistik seperti tari, musik, atau seni visual lainnya. Namun demikian, teater
tetap menjadi karya seni yang paling mampu mencipta kembali pengalaman tipikal
manusia. Teater juga menjadi karya seni yang paling objektif, karena ka-rakternya
dapat menampilkan pengalaman kehidupan dalam dan luar batin manu-sia melalui
suara dan akting aktor.
Kualitas khusus teater menyerupai kehidupan, sesaat, objektif,
rumit, lang-sung menunjukkan kekuatan dan kelemahan teater.
h.
Nilai Pertunjukan Teater
Teater
adalah bentuk seni yang memiliki potensi tertinggi untuk mendo-rong aspek-aspek
humanis dalam hidup manusia, sehingga kita mampu memaha-mi aspirasi dan
motivasi yang muncul di sekitar kita. Melalui permainan peran, misalnya, kita
memahami siapa dan apa kita ini dan melihat diri kita yang terkait dengan orang
lain. Kualitas suatu pertunjukan teater tergantung pada berbagai se-lera dan
beragam kompleksitas, sehingga kita hanya mampu mempertajam persep-si kita dan
memperkayanya. Untuk itu kita perlu mengembangkan pendekatan kita terhadap
suatu pertunjukan teater, sehingga kita mampu menilai secara relatif ha-sil
dari apa yang ditampilkan dan bagaimana cara menampilkannya. Kemudian ki-ta
harus mengedepankan dan mengolah nilai-nilai teater yang berguna bagi kehi-dupan
kita.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
DAFTAR
RUJUKAN
Yudiaryani.
2002. Panggung Teater Dunia. Jogjakarta: Pustaka Gondho Suli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar