TUGAS
CERPEN TERINSPIRASI DARI CERITA
RAKYAT
Mata Kuliah : Menulis Prosa Fiksi
Dosen Pengampu : Dr. Maizar Karim, M.Hum
Disusun
oleh:
Nama : Herti Gustina
NIM : A1B112005
Semester/Kelas : IV/A

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI

7 MELATI
Di teras rumah berlapis keramik lantai mengkilap, cahaya saling
silang memantulkan sinar matahari. Gambaran langit tampak di bawah injakan
kakiku. Semua tergambar jelas di bolak-balik oleh kaca semesta. Halaman
berseri, kupu-kupu menari mengitari bunga melati. Burung-burung saling
berkejar-kejaran curi pandang dengan para kumbang. Semua terlihat harmonis,
romantis dan penuh dengan nilai estetis.
“Kakak, aku punya cerita.”
Suasana ini selalu kunanti. Saat 7 bersaudara berkumpul ceria di
depan orang tuanya. Menampakkan manis mukanya. Memasang lesung pipi. Merengek
memanja sambil tertawa bahagia. Semuanya cantik-cantik. Bagaimana tidak,
ketujuh anaknya itu adalah perempuan. Tak disangka semuanya akrab, padahal
harus menghadapi 7 sikap canggih seorang wanita. Tapi inilah kehebatan dua
orang penonton itu, dapat merubah alur cerita menjadi apa yang ia suka. Kemudi
mereka pacu dengan sangat lihai, sehingga arah tak berani melawan.
“Kak, orang tuaku hebatkan?”
Tapi ini ceritaku. Liburan menjadi hadiah istimewa bagi 7
bersaudara ini. Cuma menghabiskan hari-hari di rumah rasanya tidak cukup
membosankan. Bergulat bersama cerita kakak itu akan menambah koleksi ceritaku. Diary
pun tak akan sanggup mendengarkan ocehan dari ketujuh tinta. Rasanya tak cukup
sehari. Butuh banyak waktu untuk meresume ketujuh sinopsis cerita menjadi
rangkaian kata singkat yang 7 in 1.
“7 in 1, apa ini bagus untuk judul ceritaku Kak?”
Satu masa mengurangi cerita. Balutan bahagia menambah kebahagian.
Semua suram menjadi temaram. Apa masa akan menjawab segala tanya? Ceritaku
berkurang satu. Namun ini kebahagiaan yang menyedihkan. Saat aku harus melepas
kakak pada satu diary yang harus diisi. Semua menyambut kepergianmu
dengan bahagia. Tapi apakah kebahagiaan itu nyata bagiku? Aku rasa tidak. Kakak
harus menciptakan cerita baru bersama satu diary baru yang akan Kakak
isi bersama dengan lain cerita. Itu berarti judul itu tak cocok untuk ceritaku.
“Aku menyambut bahagia ceritamu dahulu. Tapi cerita itu tentang diary
baru.”
Dengan 6 orang rasanya tidak apa-apa. Masih ada banyak cerita yang
bisa mengubah dunia. Masih di tempat yang sama, namun aku harus duduk tepat
sejajar dengan mereka karena jumlah genap berharap demikian. Sambung cerita tanpa
dia. Hilang satu tapi tidak tumbuh seribu. Mungkin rumusnya perlu dipakai,
tujuh kurang satu apa mungkin seribu? Aku fokuskan pada enam cerita untuk
kupendam dalam diary kisah kita. Semua tampak masih asri berseri.
Kembali pada cerita. Memang susah hidup dengan para wanita. Sambil
menunggu antri, mereka bercerita. Sampai pada giliran, hilang cerita. Aku masih
menyimak cerita kakak. Semua tengah asyik mengisahkan ceritanya. Kucatat tanpa
cacat semua yang ada dalam komat-kamit mulutnya ke dalam sebuah diary
biruku. Semesta kugambar pada langit di diary biruku. Semua tentang
mereka.
“Sekarang jam 6 kurang 1, Kak.”
Tak disangka sekarang giliran kedua, mungkin enam akan dikurang
satu. Rumus silih berganti harus berperan. Tinggal lima yang masih menunggu
giliran. Mukaku lalu mengkerut menahan kelopak mata yang semakin berat diisi
oleh air mata. Egois membuatku menderita dalam suasana bahagia. Kakak telah
menemukan diarynya. Berkuranglah tinta cerita yang akan mengisi diaryku.
“Oh Tuhan... kebahagiaan ini menyiksaku.”
“Kak, ternyata satu isyarat menandakan akan datangnya hujan.”
Semua masih asyik bercengkrama di teras depan rumah. Sambil
menghitung jemari, mendengar detak-detik denting jam. Ayah ibu semakin menua.
Menunggu semua terlepas dari rangkulan mereka. Antrian mengikut semesta. Yang
tua, yang bermula. Sekali lagi satu cerita menjemput diarynya. Aku
kehilangan satu cerita lagi di hari bahagianya. Mungkin hanya aku yang tak
berbahagia. Angka semakin sepi. Ruangan semakin melebar. Hanya tinggal 3 orang
yang masih menunggu giliran.
Semua rumit. Kurasa sangat sulit menulis dengan hanya dengan 3
tinta. Tak akan sanggup kuisi diaryku ini. Mereka masih bercerita namun
temanya tentang diary yang akan mereka jemput sebentar lagi. Akan sulit
untuk kutampung air mata ini. Ketika satu cerita kemudian telah dijemput oleh diarynya.
Belum dapat diprediksi yang akan terjadi nanti saat semua cerita akan pergi.
Aku sendiri tidak tahu apakah tinta penaku masih cukup untuk penuhi diary
ini.
Tinggal kita berdua. Apa yang akan kita ceritakan nantinya.
Sekelumit cerita tentang mereka yang tengah menonton cerita kita. Menunggu
kapan kita akan lepas dari rangkulan mereka dan kapan mereka akan dijemput.
Mereka masih berharap kebahagiaan kita. Kebahagiaan yang berarti akan
menyisakan kesedihan di antara kita. “Tapi, sebentar. Kenapa Kakak begitu rapi
dan cantik?”
Gaun putih menyelimuti tubuhmu yang anggun. Senyummu tampak
memendam kecemasan. “Apa yang akan terjadi padamu?” kau terus bersolek di depan
kaca bening yang dihiasi bunga-bunga. Kau tampak menunggu seseorang. Apa?
Menunggu seseorang?
“A...apakah itu berarti kau juga akan dijemput diarymu,
Kak?”
Kenyataan menampar wajah ceriaku. Air yang membendung di mata tak
sanggup lagi untuk menahan banjir yang terus mengalir di pipiku. Kebahagiaanmu
derita bagi hari sepiku. Aku tak tahu bagaimana akan meneruskan cerita ini
tanpamu. Kurasa cerita ini harus kuakhiri sampai di sini. Kutinggalkan diary
biru di teras rumah yang telah kusam ditinggal tuannya.
Kesepian membuatku harus berhenti untuk menggoreskan tinta.
Kuputuskan untuk bertemankan burung-burung, namun burung-burung enggan untuk
mendekat. Akhirnya kuputuskan untuk membuat taman yang nantinya akan ditumbuhi
7 kembang melati sebagai tontonan ayah dan ibu. Di kesendirian kutanam,
kurawat, dan kujaga tumbuhnya melati berharap ia akan hadirkan 7 cerita
tetangku yang kesepian. Kusirami dengan air mata perpisahan.
Akhir ceritaku disudahi oleh 7 melati di taman sepi yang kutanam
bersama 6 burung merpati. “Apa kabar diarymu, Kak?”
***
Terinspirasi oleh cerita rakyat dari daerah Hiang Tinggi, Kerinci
tentang “Puti Dayang Indah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar