TUGAS
DONGENG DARI DAERAH BATANGHARI
Mata
Kuliah : Kajian Prosa Fiksi
Dosen Pengampu : Dra. Hj. Yusra Dewi, M.Pd.,
Disusun
oleh:
Kelompok I
1.
Erma Yulita A1B112001
2.
Herti Gustina A1B112005
3.
Masri Simbolon A1B112017
4.
Nova Ardiansyah A1B112027
5.
Shinta Maryani A1B112035
6.
Herly Octa Saputra A1B112037
7.
Asep Suryadi A1B112039
8.
Suyatmi A1B112041
9.
Melan Delvia A1B112043
10.
Apriani All Sten A1B112049
11.
Risky Galis Sepputri A1B112051
12.
Mesha Nita Sari A1B112053
13.
Rangga Septianto Asri Putra A1B112055
14.
Yeni Kusumawati A1B111082
Semester/Kelas : IV/A
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2014
TIANG BENGKOK
Pada
zaman dahulu kerajaan jambi di abad ke-18
ada kisah seorang sakti yang bergelar nama tiang bengkok. Ia berasal
dari kerinci yang tinggal hanya bersama istrinya tanpa mempunyai seorang. Pada
suatu hari tiang bengkok melamar putri asli jambi yaitu putri pagaruyung. Putri pagaruyung sebelumnya telah di lamar
oleh sultan ahmad syaripudin untuk
anaknya.
Tiang bengkok diberi julukan itu
karena tiang rumahnya semua bengkok. Tiang bengkok sangat sakti kesaktiannya
berasal dari keris yang ia miliki keris itu juga bernama keris tiang bengkok
yang di dapatkannya dari sebuah tumbuhan yang bernama tumbuhan krugut atau
bunga raflesia pada saat ia berburu. Pada saat ia berburu anjing milik tiang
bengkok selalu menjalak jalak terhadap bunga itu tanpa mempedulikan kijang
buruannya saat itu hingga akhirnya tiang bengkok pun kesal pada anjingnya dan
bunga itu ditendang oleh tiang bengkok hingga hancur dan pecah pada saat itulah
keluar sebuah keris yang sangat sakti. Sehingga tiang bengkok pun menjadi sakti
tidak ada satu kerispun yang mampu
menghancurkannya kecuali kerisnya sendiri.
Tetapi kelemahan tiang bengkok ada
pada istrinya, karena batu asah keris
itu ada pada istrinya sehingga tiang bengkok akan kalah dengan istrinya
sendiri. Pada saat mengetahui lamaran sultan jambi diterima maka tiang bengkok
sangat marah dan kesal. Kemarahan tiang bngkok dilampiaskan kepada buah pisang
semua jantung pisang yang menghadap jambi langsung di bengkokkan menghadap
kerinci dan ayam yang berkokok menghadap ke jambi pun lehernya langsung
ditebas hingga pada akhir kemarahannya
tiang bengkok mengganggu semua warga dan di dengar lah di kerajaan jambi.
Pada akhirnya datuk ahmad
syaripudin tidak senang dengan perbuatan
tiang bengkok dan mengumumkan siapa yang mampu menangkap tiang bengkok maka ia
akan mendapat hadiah. Pendekar pendekar kerinci yang lain pun mendengar
tantangan itu menghadap ke kerajaan jambi untuk menangkap tiang bengkok dan
diberikan waktu 6 bulan dan tiang bengkok pun tidak juga dapat. Dan mereka menghadap
ke sultan, walaupun mereka sudah kalah namun masih diberi penghargaan oleh
sultan sebidang tanah di jambi yang diberi nama talang kerinci.
Lalu mendengar kesusahan raja jambi
terhadap tiang bengkok datanglah pendekar-pendekar dari banjar membantu mengalahkan
tiang bengkok , dan dengan waktu yang sama dengan pendekar yang sebelumnya para
pendekar dari banjar pun tidak berhasil namun mereka juga diberi hadiah berupa
tanah yang kini bernama talang banjar. Lalu datanglah pendekar dari jawa dan
juga tidak berhasil mereka diberi hadiah berupa tanah yang kini bernama talang
jauh atau talang jawo.
Lalu karena semua gagal maka sultan
ingin turun sendiri untuk menghadapi tiang bengkok lalu bersuaralah para
Hulubalang kerajaan yang berjumlah sekitar 4 orang 2 berasal dari teluk dan 2
berasal dari dudun ranto majo. Lalu hulubalang itu menyelidiki
kelemahan-kelemahan tiang bengkok, karena tiang bengkok terlalu kuat maka
istrinyalah yang terkena tipuan Hulubalang itu dan menceritakan kepada mereka.
Karena Tiang Bengkok suka berburu
maka Hulubalang Kebo beruang memasang sebuah buruan berupa daun sirih diatas
kanal kanal tiang bengkok. Pada subuh hari daun pisang itu berubah menjadi
sebuah ayam hutan dan berkokok namun tiang bengkok tidak mempedulikan itu. Pada
malam selanjutnya dipasang lagi pelepah pisang manis yang tujuannya pelepah itu
menjadi seekor kijang. Dan ketika bangun,
sangking senangnya dengan kijang itu tiang bengkok lupa dengan kerisnya
dengan semangatnya hulubalang itu melemparkan jala besi namun jala itu seketika
hancur oleh kekuatan tiang bengkok dan dengan cekatan dilemparkan lagi sebuah
jala sutra tiang bengkok pun tertangkap di ladam jala namun hulubalang tidak
bisa memegang badan tiang bengkok namun raja ogel salah satu hulubalang dapat
menangkap tiang bengkok dengan mengikat kebelakang ibu jari tiang bengkok
dengan kulit kayu sampai dibawa keistana jambi.
Sampai di istana Tiang Bengkok akan
dibunuh namun bingung membunuh Tiang Bengkok karena semua senjata tidak ada
yang bisa menembus tubuh Tiang bengkok. Dan pada kesempatan akhir Tiang Bengkok
ditanya apa permintaan terakhirnya. Tiang Bengkok pun berkata ingin memakan
lemang milik istrinya, pergilah hulubalang itu ke kerinci menyampaikan pada
istri Tiang Bengkok dan istri Tiang Bengkok pun tau rencana suaminya untuk
memasukkan keris itu di dalam lemang tersebut.
Sempailah lemang tersebut di istana
namun ketika ingin diserahkan ada
seorang wanita tua yang sedang hamil ingin melihal kesaktian tiang bengkok,
kebetulan wanita hamil itu kasian melihat tiang bengkok yang tangannya diikat
kebelakang lalu wanita itu membukakan
lemang untuk tiang bengkok namun lemang itu sangat keras karena ada keris
didalamnya. Sultan tau akan hal itu dan tiang bengkok pun sudah tau akhir
hidupnya akan mati di tangan kerisnya sendiri. Lalu setelah memakan lemang itu
tiang bengkok pun di tikam dengan senjatanya sendiri dan tiang bengkok pun
tewas. Kini Tiang Bengkok desemayamkan di kecamatan pemayung tepatnya di desa
plamboyan. Itulah akhir kisah Tiang
Bengkok yang berakhir cukup tragis.
***
PRAHARA DUSUN MATI
Dikisahkan warga Kampung Tanjung Rambahan dan juga
warga Tahtu Daren yang hidup aman dan tenteram. Semua warga hidup dengan makmur
dan sejahtera. Hingga suatu hari terjadilah prahara perkelahian antara warga
dari kampung Tanjung Rambahan dengan warga Tahtu Daren. Kampung Tanjung
Rambahan terletak di sebelah hilir kampung Kembang Taring (sekarang kampung
Teluk). Sedangkan kampung Tahtu Daren terletak di seberangnya lagi.
Prahara ini bermula saat seorang pemuda dari Tanjung
Rambahan jatuh hati kepada gadis dari Tahtu Daren. Mereka berdua akhirnya
sama-sama jatuh cinta. Kemudian pemuda tersebut memutuskan untuk meminang si
gadis tersebut. Untuk dapat memperistri seorang gadis, maka si lelaki harus
mempersiapkan segala hal untuk prosesi pernikahan. Sebagaimana perhelatan
pernikahan biasanya mengundang seluruh warga sekampung dan mempersiapkan seekor
kerbau untuk dijadikan hidangan saat acara. Akantetapi si lelaki belum siap
untuk itu, maka iapun minta izin untuk merantau mempersiapkan kerbau bagi
pernikahannya dengan si gadis idaman. Ia pun pergi entah kemana.
Setahun lamanya, si lelaki dari kampung Tanjung Rambahan
belum juga ada kabar berita. Timbullah opini yang menyatakan bahwa lelaki
tersebut mungkin masih belum berhasil mendapatkan kerbau untuk acara
pernikahannya dan kemudian meninggal di tempat perantauan. Semua tampak cemas
dengan ketidakhadiran si lelaki sampai saat ini.
Pada suatu ketika datanglah seorang pemuda lain yang
ingin meminang si gadis. Karena terlalu lama menunggu pemuda dari Kampung Tanjung
Rambahan yang sudah sekian lama menghilang, maka diputuskan bahwa si gadis akan
menerima pinangan dari pemuda tersebut. Layaknya acara pengantenan, semua
dipersiapkan secara mewah. Si pemuda tersebutpun telah mempersiapkan kerbau
untuk santapan para undangan. Kekecewaan si gadis terbayar sudah dengan acara
resepsi pernikahan yang mewah.
Tak disangka bencana tiba, dua hari sebelum resepsi
pernikahan si pemuda dari Kampung Tanjung Rambahan muncul dengan membawakan
kerbau yang telah ia janjikan untuk pernikahan mereka. Akantetapi nasi telah
menjadi bubur. Kepergiannya yang tanpa kabar berita membuahkan prasangka yang tak nyata. Setelah
sekian lama hilang, maka kemunculannya kini telah sia-sia. Si gadis telah ada
yang punya. Dengan berat hati pemuda dari kampung Tanjung Rambahan harus
menerima kenyataan dan merelakan si gadis menjadi milik orang.
Akhirnya kerbau yang dibawanya, ia berikan untuk
acara pernikahan si gadis dengan pemuda tersebut. Diapun meminta agar diizinkan
untuk menjadi pengipas pengantin pada resepsi pernikahan mereka. Dengan senang
hati permintaannyapun dikabulkan. Si pemuda dari kampung Tanjung Rambahan
menjadi pengipas pengantin pada saat resepsi pernikahan mereka. Akantetapi
sungguh mengejutkan kipas yang ia gunakan adalah sebuah keris. Dengan keris itu
pula ia membunuh pengantin tersebut. Maka kemarahanpun tak terelakkan. Keluarga
dari pengantin marah besar begitupula dengan warga kampung Tahtu Daren sehingga
menyebabkan perkelahian antara warga kampung Tanjung Rambahan dengan warga
kampung Tahtu Daren.
Perkelahian antar warga sekampung tersebut merenggut
banyak nyawa. Semua warga dari kampung Tanjung Rambahan tewas tak bersisa,
kecuali seorang anak yang tak sengaja berada di bawah kuali yang tertelungkup.
Begipula dengan warga kampung Tahtu Daren yang banyak menelan korban pasca
pertikaian antarwarga sekampung tersebut. Hanya saja pertikaian tersebut masih
menyisakan nyawa untuk warga Tahtu Daren. Masih ada beberapa orang yang dapat
selamat dalam ancaman perkelahian maut tersebut.
Alhasil dari prahara, maka dibuatlah kuburan-kuburan
massal bagi korban perkelahian antar warga kampung Tanjung Rambahan dan warga
kampung Tahtu Daren. Oleh karena banyaknya korban maka dibuatlah liang yang
besar untuk menguburkan mayat sekampung korban prahara. Inilah hukum alam, yang
telah tak bernyawa ditinggalkan di liang perkuburan, sedang yang masih hidup
diselamatkan dari ancaman. Karena perang mungkin saja kembali hidup selagi
masalah masih tercium dendam antara pihak yang bertikai, maka warga dari kampung
Tahtu Daren mengungsi ke tempat yang aman dari ancaman perkelahian. Mengingat
jumlah yang semakin sedikit dan trauma yang semakin memangsa, mereka
melanjutkan hidup di tempat aman, bukan di kampung halaman. Masuknya mereka ke
tempat tersebut merupakan awal mula munculnya kampung Tanjung Raden.
Namun perasaan mengancam masih terasa pada diri
korban. Mereka takut dituduh sebagai pembunuh para korban pertikaian, akhirnya
mereka pindah lagi ke kampung Teluk. Kampung yang di dalamnya merupakan lekukan
sungai kini menjadi tempat pengungsian mereka. Kedatangan mereka ke kampung
Teluk, terdengar oleh para pejabat. Kemudian Ranggo pun terpikat dengan gadis
asal kampung Teluk. Ia pun berniat untuk menikahi gadis tersebut. Pengetahuan
agama yang dimiliki oleh warga kampung Teluk membuat para pejabat menjadi
terpikat.
Setelah wafatnya Bapak dari Ranggo, maka
diserahkanlah anak tersebut kepada adiknya untuk dinobatkan. Kemudian barulah
Ranggo diperbolehkan untuk menikah, akantetapi beliau tetap menjadi perdana menteri.
Dari peristiwa prahara ini membuat hilangnya kampung Kembang Taring menjadi
kampung Teluk, sedangkan kampung Tanjung Rambahan menjadi kampung Tanjung
Raden, dan kampung Tahtu Daren dinyatakan hilang atau mati.
Akibat peristiwa tersebut, ketika banjir melanda
kuburan massal, maka terdengarlah suara rebana selayaknya acara pengantenan.
Kemudian dilanjutkan dengan suara tangisan. Semakin naik air menggenangi
kuburan, maka semakin nyaringlah bunyi tangisan. Dan ketika air mulai surut
maka surut pulalah bunyi-bunyian mencekam tersebut hingga air mulai kering
suara itupun perlahan menghilang. Ini selalu terjadi ketika air membanjiri
kuburan massal tersebut hingga saat ini.
***
BUYUT KAPUR DAN BUYUT OTONG
Dahulu
kala terjadi sebuah pertempuuran dimana pasukan sultan Muhamad Bahrudin melawan
Belanda sultan Muhammad Bahrudin gugur di medan pertempuran, dimana saat misi
Belanda ingin menyerang kerajaan Palembang. Akhirnya sultan di bawa pulang ke
Tebo dan kemudian dimakamkanlah disana.
Untuk
mengganti kedudukan beliau satu-satunya pewarisnya ialah Toha Syaifudin, namun
Toha Syaifudin masih berusia 23 tahun menurut Islam sultan itu minimal usianya
25 tahun. Dewasanya laki-laki itu umur 25 tahun itu berpedoman kepada
Rasullallah yang menikah pada umur 25 tahun. Lalu untuk menunggu Toha Syaifudin
berumur 25 tahun terjadi kekosongan pemerintahan atau kursi kesultanan selama 2
tahun. Selama dua tahun inilah kesultanan dikendalikan oleh perdana mentri,
yang bernama perdana mentri Bahman.
Bahman
itulah orang yang bergelar kemas pertama kali, itulah cikal-bakal suku Kemas,
di desa Teluk. Ibu perdana mentri Bahman ini adalah orang Dusun Rantau Bajo dan
ayahnya adalah orang Muaro Jambi yang bernama Patraw. Perdana mentri Bahman ini
memiliki anak yang paling sulung yaitu bernama Abas, kemudian Husin, Mariyam,
yang paling bungsu adalah Bukri. Yang terkenal didusun Teluk bernama Bakri,
jika si sulung jika dikampung Teluk ini dikenal sebagai Qhatib, yaitu Qhatib
Abas. Setelah menjadi qhatib Abas, kemudian sebelum dia menjadi perdana mentri
Abas menjadi Demang. Kemudian ia lah pengganti perdana mentri Bahman yaitu
bapak dari perdana mentri Abas, setelah perdana mentri Bahman wafat.
Maka
menjelang sultan Toha cukup berumur 25 tahun untuk dinobatkan, sementara itu
kerajaan dikendalikan oleh perdana mentri Abas. Dalam masa kekuasaan perdana
mentri Abas inilah ada orang-orang tertentu dari daerah mudik, yaitu daerah
Tebo menggaku dialah yang berkuasa, dan memunggut-munggut pajak di
kampung-kampung dusun Batang Hari. Akhirnya sampailah cerita itu kepada perdana
mentri Abas, untuk menghentikan kegiatan yang tidak benar itu maka
diperintahlah oleh perdana mentri Abas, kepada Buyut Otong untuk menghentikan
perbuatan orang yang mengaku penguasa itu, agar tidak membuat resah masyarakat lagi.
Buyut Otong adalah orang kampung hulu kampungnya dekat dengan Kerinci,
tetapi istri Buyut Otong adalah orang desa Teluk. Jadi, ketika pada masa
pemerintahan perdana mentri Abas inilah terjadilah kekacauan orang dari dusun
tebo memerintah petugasnya memunggut-munggut pajak dikampung-kampung di dusun
Batang Hari, sementara wilayah ini adalah wilayah kerajaan. Maka dari itu oleh
perdana mentri Abas diutuslah Buyut Otong untuk pergi ke Tebo agar menghentikan
pemunggutan-pemunggutan pajak liar tersebut. Namun orang-orang yang membuat
kerusuhan inipun sudah tau bahwa perdana mentri menggutus Buyut Otong untuk
pergi menemui mereka.
Orang
yang mengaku Sultan itu, ketika datang Buyut Otong pura-pura berbuat baik, dan
pura-pura senang buyut Otong datang. Ia mengatakan “ ada kerbau jalang yang
menganggu masyarakat sekitar sini “ kata orang yang menggaku-ngaku sultan tadi.
Ternyata kerbau jalang itu adalah jelmaan seorang jin berbentuk kerbau, semacam
kerbau sakti. Itulah buyut Otong disuruh mengalahkan kerbau jelmaan jin itu
oleh orang perusuh tadi. Dalam pikiran orang yang menggaku sultan itu pastilah
Buyut Otong mati ditanggan kerbau Jalang. Namun Buyut Otong adalah pendekar
yang sakti dan pintar oleh karena itu perdana mentri menggutusnya. Lalu Buyut
Otong bertanya “ diamana aku bisa menemui kerbau jalang itu? “ lalu orang
itupun menjawab “ pergilah dibelakang kampung ini, terdapat pohon yang besar,
pukul saja pohon itu, datanglah kerbau itu.” Kata orang itu dengan nada
sombong.
Akhirnya
Buyut Otong sampailah di bahwah pohon besar yang dimaksud, lalu tanpa menunggu
lama-lama langsung saja Buyut Otong memukul pohon itu. Setelah dipukul oleh
Buyut Otong kerbau jelmaan jin itupun datang dari dalam pohon besar tadi.
Setelah kedatangam kerbau jin itu langsunglah Buyut Otong dan kerbau jin itu
bertarung, hampir saja buyut Otong mati oleh kerbau jelmaan jin itu, pedang
yang berada ditangan Buyut Otong pun sudah lepas dari genggamannya karena
ditumbur oleh kerbau jalang, lalu keadaan sudah mulai mendesak maka Buyut Otong
mencari akal bagaimana cara mengalahkan kerbau itu kemudian ia berpura-pura
mati. Setelah ia berpura-pura mati kerbau itupun kelihatan bingung memandangi
Buyut Otong dan seketika itu Buyut Otong meraih pedang nya yang terjatuh lalu
dengan cepatnya menebas kepala kerbau itu hingga putus, dan akhirnya buyut
Otong membawa kepala kerbau itu kepada orang pemberontak tadi, Buyut Otong tidak lagi mau naik didalam rumah
pemberontak itu lagi ia hanya melemparkan kepala kerbau tadi kedalam rumah
pemberontok itu. Buyut Otong berkata “ ini kepala kerbau mu” kepada orang itu,
lalu orang itu menjawab perkataan Buyut Otong “ naik dulu lah. Mari kita minum”
kata pemberontak tadi, “ datuk kamu sudah mati “ kata Buyut Otong, lalu pergi.
Semenjak
itu tidak ada lagi pemberontok itu memunggut-munggut pajak lagi. Itulah
kesaktiaan Buyut Otong yang sangat di segani oleh orang-orang, namun
kesaktiannya masih ada yang menandingginya lagi yaitu Buyut Kapor. Tetapi
mereka tidak saling bermusuhan, mereka malah akrab dan berteman. Suatu dari
kampung Teluk mengalami banjir ada seekor anak harimau di depan rumah Buyut
Kapor. Lalu Buyut Otong memangil Buyut Kapor “ Pur-pur ada anak harimau disepan
rumah kau” kata Buyut Otong, “ jangan main-main tong, anak harimau bukan
mainan” sahut Buyut Kapor. Namun Buyut Otong tidak mendengarkan apa kata Buyut
Kapor, ditangkaplah anak harimau itu, lalu mau dibawa oleh Buyut Otong sang
induk harimau menerkam Buyut Otong karena air akibat banjir sangat deras maka
terasa sangat berat induk harimau yang menerkam buyut Otong, dia tidak cemas
digigit oleh harimau, karena kulit buyut Otong sangat keras dan terlindungi
oleh kesaktiannya, namun air yang mengalir membuat Buyut Otong tidak sanggup
lagi bertahan lebih lama lagi. Kemudia ia meminta pertolongan pada Buyut Kapor
“ por tolong por” kata Buyut Otong, “ kan sudah ku bilang anak harimau bukan
buat mainan” kata Buyut Kapor. Lalu oleh Buyut Kapor harimau itu dipegang dan
dilemparnya, sehingga Buyut Otong terbebas dari terkaman harimau tadi. Itulah
makanya buyut Kapor sering mengejek Buyut Otong dan menghina-hinanya tetepi
hanya sebagai bahan gurauan mereka.
Tetapi
semua orang pun tau bahwa Buyut Otong dan Buyut Kapor adalah orang sakti. Buyut
Kapor memang memiliki kegemaran bermain dengan harimau, tapi tidak ada yang
mengetahui nama asli buyut kapor. Buyut kapor itu hanya nama gelar saja. Buyut
Kapor memiliki pohon durian dekat hutan, saat musih buah dan mulai berjatuhan
tapi, ketika Buyut Kapor ingin mengambil hasil panen dari buah durian itu tadi
dibawah pohon sudah tidak ada durian yang tersisa, tetapi ada sedikit yang
ditinggalkannya buah durian itu begitulah setiap pagi, selama beberapa hari.
Akhirnya marahlah Buyut Kapor, dia mencari tau siapalah yang mengambil buah
duriannya hanya disisakan sedikit saja untuknya yang busuk-busuk. Sedangkan
Buyut Kapor yang memiliki batang pohon durian itu belum pernah memakan buah
dari pohon duriannya itu. Setelah ia marah keesokan harinya ia melihat dibawah
pohon duriannya sudah bertumpuk durian dibawahnya. Lalu oleh Buyut Kapor
durian-durian itu dimasukan dalam tempat yang bernama kiding, yang terbuat dari
rotan. Lalu tiba-tiba Buyut Kapor diterkam oleh harimau dari belakang, harimau
itu mengigit leher Buyut Kapor dan tidak mau melepaskan gigitannya hingga air
liur harimau itu berwarna putih seperti kapur. Maka dari itu beliau disebut
sebagai Buyut Kapor. Maka tidak ada yang tau nama asli Buyut Kapor.
Namun
satu pesan yang mungkin berguna bagi orang-orang bahwa jika dia masuk kedalam
hutan maka, ketika kalian melihat rumput pakis, lalu pegang dua lembar ujung
paling atas, sisakan dua lembar itu , kemudian yang lainnya buanglah, sisakan
dua lembar paling atas. Gunanya adalah ketika kita berada didalah hutan harimau
mengetahui bahwa ada anak cucu Buyut Kapor didalam hutan maka kita tidak akan
diganggu oleh harimau itu.
***
PENDEKATAN OBJEKTIF PADA DONGENG
BATANGHARI
A.
Konsep
Dasar Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif merupakan
pendekatan sastra yang menekankan pada segi intrinsik karya sastra yang bersangkutan
(Yudiono, 1984 : 53). Pendekatan objektif yaitu pendekatan yang sangat
mengutamakan penyelidikan karya sastra berdasarkan kenyataan teks sastra itu
sendiri. Hal-hal yang di luar karya sastra walaupun masih ada hubungan dengan
sastra dianggap tidak perlu untuk dijadikan pertimbangan dalam menganalisis
karya sastra. Dalam pendekatan objektif lebih ditujukan pada unsur instrinsik
karya sastra yang meliputi: Tema, alur, tokoh, amanat, sudut pandang, latar,
dan gaya bahasa.
Ciri-ciri yang terdapat dalam pendekatan objektif adalah:
1.
Teori
objektif memandang karya sastra sebagai sesuatu yang berdiri sendiri.
2.
Menghubungkan
konsep-konsep kebahasaan (linguistik) dalam mengkaji suatu karya sastra.
3.
Pendekatan
yang dilihat dari eksistensi sastra itu sendiri berdasarkan konvensi sastra
yang berlaku.
4.
Penilaian
yang diberikan dilihat dari sejauh mana kekuatan atau nilai karya sastra
tersebut berdasarkan keharmonisan semua unsur-unsur pembentuknya.
5.
Struktur
tidak hanya hadir melalui kata dan bahasa, melainkan dapat dikaji berdasarkan
unsur-unsur pembentuknya seperti tema, plot, karakter, setting, point of
view.
6.
Untuk
mengetahui keseluruhan makna dalam karya sastra, maka unsur-unsur pembentuknya
harus dihubungkan satu sama lain.
B.
Pendekatan
Objektif pada Dongeng Batanghari
1.
Pendekatan
Objektif pada Dongeng Tiang Bengkok
2.
Pendekatan
Objektif pada Dongeng Prahara Dusun Mati
Dongeng Prahara Dusun Mati merupakan sebuah karya
sastra lama. Di dalam dongeng tersebut terdapat unsur instrinsik yang membangun
karya sastra. Unsur instrinsik tersebut meliputi:
a.
Tema
Tema dari dongeng Prahara Dusun Mati ialah tentang
pertikaian antara dua desa atau kampung yaitu kampung Tanjung Rambahan dengan
kampung Tahtu Daren. Hal ini tergambar pada kutipan berikut:
“Hingga suatu hari terjadilah prahara perkelahian
antara warga dari kampung Tanjung Rambahan dengan warga Tahtu Daren.”
b.
Alur
Di dalam dongeng Prahara Dusun Mati menggunakan alur
maju. Ceritanya berawal dari pemuda dari Tanjung Rambahan yang jatuh hati
kepada gadis dari kampung Tahtu Daren. Kemudian mereka berencana untuk menikah,
namun persiapan pernikahan belum bisa dipenuhi oleh pemuda dari Tanjung
Rambahan tersebut hingga akhirnya ia memutuskan untuk merantau. Lama merantau,
gadis diambil orang. Kemudian pada acara pernikahan gadis dengan pemuda dari
dusun tetangga, pemuda dari Tanjung Rambahan muncul. Dengan rasa kecewa dia
melepas gadis menikah, namun meminta agar menjadi pengipas pengantin.
Akantetapi pengantin dikipas dengan keris. Pertikaianpun bermula antar dusun
sampai terjadi pertumpahan darah.
c.
Tokoh
Tokoh-tokoh yang terdapat dalam dongeng ini yaitu seorang pemuda dari Tanjung
Rambahan, seorang gadis Tahtu Daren, seorang pemuda desa tetangga, dan warga
desa. Di akhir cerita juga terdapat tokoh yaitu Ranggo yang meminang gadis dari
pengungsian.
d.
Amanat
Amanat yang terkandung dalam dongeng Prahara Dusun
Mati yaitu pentingnya kerukunan antar penduduk desa agar tidak terjadi
pertikaian. Namun dalam dongeng ini lebih menonjolkan kesetiaan antar warga
sekampung. Hal ini tampak dengan adanya sikap warga yang apabila satu
tersakiti, maka yang lainnya ikut bertindak. Seperti pada kutipan berikut:
“Keluarga dari pengantin marah besar begitupula
dengan warga kampung Tahtu Daren sehingga menyebabkan perkelahian antara warga
kampung Tanjung Rambahan dengan warga kampung Tahtu Daren.”
e.
Sudut
Pandang
Sudut pandang yang digunakan informan pada saat
menceritakan dongeng Prahara Dusun Mati yaitu sudut pandang orang ketiga,
dimana informan menceritakan beberapa tokoh yang terlibat dalam dongeng
tersebut. Hal ini dapat dilihat pada awal penceritaan yang dimulai dengan
kutipan berikut.
“Dikisahkan warga Kampung Tanjung Rambahan dan juga
warga Tahtu Daren yang hidup aman dan tenteram.”
f.
Latar
Latar tempat yang digunakan dalam dongeng Prahara
Dusun Mati yaitu pada suatu perkampungan di Batanghari, yaitu Kampung Tanjung
Rambahan (sekarang Tanjung Raden), Kampung Tahtu Daren, dan Kampung Kembang
Taring (sekarang Teluk). Hal ini tergambar pada kutipan paragraf pertama:
“Dikisahkan warga Kampung Tanjung Rambahan dan juga warga Tahtu Daren yang
hidup aman dan tenteram.”
Waktu terjadinya dongeng pada pengisahan cerita
tersebut adalah pada masa lampau. Hal ini tergambar pada penggambaran cerita
yang menyatakan apa yang terjadi dahulu mengakibatkan hal yang terjadi sekarang
seperti pada kutipan berikut: “Dari peristiwa prahara ini membuat hilangnya
kampung Kembang Taring menjadi kampung Teluk, sedangkan kampung Tanjung
Rambahan menjadi kampung Tanjung Raden, dan kampung Tahtu Daren dinyatakan
hilang atau mati.”
Suasana yang tergambar pada dongeng tersebut ialah
mula-mula warga kampung hidup aman sejahtera seperti pada kutipan:
“Dikisahkan warga Kampung Tanjung Rambahan dan juga
warga Tahtu Daren yang hidup aman dan tenteram. Semua warga hidup dengan makmur
dan sejahtera.”
Kemudian suasana menjadi begitu mencekam setelah
pengantin dibunuh oleh seorang pemuda dari Tanjung Rambahan. Hal ini tergambar
pada kutipan berikut:
“Keluarga dari pengantin marah besar begitupula
dengan warga kampung Tahtu Daren sehingga menyebabkan perkelahian antara warga
kampung Tanjung Rambahan dengan warga kampung Tahtu Daren.”
g.
Gaya
Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari,
karena cerita ini lebih bersifat penceritaan ulang.
3.
Pendekatan
Objektif pada Dongeng Buyut Kapur dan Buyut Otong
LAMPIRAN FOTO-FOTO KEGIATAN
Gambar 1.1 kegiatan perekaman dongeng
Gambar 1.2 Mengisi data informan
Gambar 1.3 Pemberian
oleh-oleh kepada informan
Gambar 1.4 Foto bersama dengan informan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar