Minggu, 22 Maret 2015

Realisasi dari Sumber Cerita Fiksi



TUGAS
REALISASI DARI SUMBER CERITA FIKSI

Mata Kuliah              : Menulis Prosa Fiksi
Dosen Pengampu      : Dr. Maizar Karim, M.Hum

Disusun oleh:
Nama                           : Herti Gustina
NIM                            : A1B112005
Semester/Kelas            : IV/A


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2014



1.      Satu halaman. Menurut Henry James, ada seorang pengarang yang menulis sebuah novel ketika secara sekilas dia melihat pesta makan malam mahasiswa sekolah agama. Tulislah sebuah adegan dari sebuah cerita berdasarkan pengamatan sekilas saat Anda melihat sekelompok orang di kafe, kebun binatang, kereta api, atau dimanapun. Gambarkan para tokoh yang ada dalam seting tersebut dan biarkan mereka saling berinteraksi. Apakah ternyata Anda tidak tahu banyak tentang hal ini? Bisakah Anda menciptakan cukup banyak hal atau mengambilnya dari pengalaman Anda yang lain untuk mengisi lubang-lubang dalam karang Anda tersebut?
Tujuan: Mengetahui apakah Anda mampu mengembangkan sesuatu dari sekelumit data. Jika Anda mampu, baguslah. Jika tidak mampu saat ini, tak usah khawatir, Anda mungkin mampu melakukannya nanti, atau Anda harus menulis cerita dari bahan lain.
Periksalah: Bisakah Anda membayangkan orang-orang ini lebih lanjut? Bisakah Anda mulai mendengar paling sedikit salah seorang dari mereka berbicara? Jika tidak, mundurlah kembali dan pikirkanlah cara berbicara yang mungkin cocok untuk salah seorang dalam kelompok orang tersebut, lalu mulailah dari situ.
Adegan Pasar Anak Jalanan
Di tengah pasar berkumpullah beberapa orang lelaki dengan berpakaian serba hitam serta tindik yang ia pasang di hidung, telinga, dan bibirnya. Mereka berdandan dengan style yang aneh dan mencolok. Mengenakkan jaket kulit hitam dan potongan rambut yang aneh dengan warna-warna yang bertabrakan. Salah satu di antara mereka berbadan kekar dengan gaya potongan rambut yang menancap di sebagian kepalanya seperti bulu landak mekar dengan warna kuning-merah. Namun sebagian dari mereka kurus ceking di makan ulat-ulat air keras dan aroma gelap angin malam. Mata sembap, merah seperti menahan kantuk yang berkepanjangan. Aroma badan serupa sayur busuk di makan kuman jalanan. Seperti kain lembab, pengap dimainkan oleh cuaca.
Pria berbadan kekar naik ke atas tumpukan kayu bekas tempat barang dagangan para lakon pasar. Berdiri tegap layaknya di atas mimbar ingin menyampaikan khotbahnya. Semua bergegas berkumpul duduk di sekeliling mimbar Si Pria Kekar tersebut. Diam, duduk, tenang. Mereka seperti budak yang sedang berhadapan dengan tuannya. Begitu khusyuk mendengarkan orasi dari ketua.
Lo, Lo semua harus bisa dapetin duit buat kasih makan cacing-cacing di perut Lo semua tu dan perut gue!”, dengan bringas menghentakkan kakinya yang besar pada tumpukan kayu tempat dagangan.
Kalo Lo pada membantah, mending lo cabut dan pesta ni hanya untuk gue dan semua yang mau nurut perintah gue, ngerti!”
Serentak semuanya mengangguk serupa ayam kampung sedang mematuk-matuk makanannya. Tidak ada yang berani buka mulut kecuali memampang wajah ciut ketakutan.
“Sekarang, Lo pergi, cari duit sebanyak-banyaknya. Ntar sore kita kumpul di sini. Ada pertanyaan?”
Seorang ceking dengan hanya berbalutkan kulit tipis menyelimuti tulangnya angkat bicara.
“Bos, ntar kita pesta-pesta kan? Udah lama nih gak bikin pesta-pesta lagi!” sambil cengingisan memperlihatkan gusinya yang hitam akibat asap knalpot rokok batangan.
“Iya. Ntar gue yang atur semuanya. Sudah... sudah... kerja!” sambil menghentak-hentakkan kakinya dengan wajahnya yang bringasan.
Semua bergegas mengambil alat operasional mereka, sebuah gitar kecil dan kaleng bekas minuman soda. Lalu mereka berjalan mengitari seputaran pasar. Naik-turun bis dan keluar-masuk rumah makan.
***


2.      Tiga paragraf. Saat Anda berada di sebuah restoran atau warung, tuliskan hasil pengamatan Anda dalam buku catatan. Dalam satu paragraf, uraikan wajah dan perilaku seseorang yang duduk sendirian. Dalam pargraf lainnya, uraikan wajah dan interaksi yang terjadi antara dua orang tamu. Pada paragraf ke tiga, uraikan cara seorang pelayan atau penjaga warung berkomunikasi dengan tamu. Beberapa pengamatan ini mungkin berguna pada suatu waktu kelak, kadang-kadang untuk memperkuat sebuah adegan, bahkan mungkin juga untuk menciptakan sebuah cerita utuh. (Anda dapat melakukan latihan yang serupa, tuliskan hasil pengamatan Anda tentang orang-orang di toko swalayan atau di sudut jalan).
Tujuan: Melatih pengamatan Anda tentang dunia sekitar dan menuangkannya berupa karangan.
Periksalah: Apakah Anda menemukan sesuatu yang sangat menarik sehingga membangkitkan pertanyaan yang sangat membutuhkan jawaban? Sebagai contoh, saya pernah melihat seorang wanita yang memakai jaket bulu yang mahal di luar hotel Ritz di New York sedang mengais-ngais keranjang sampah dengan tangannya, mencari kaleng minuman soda. Apa yang sedang dilakukannya? Apakah dia sesungguhnya orang miskin, tetapi tampak seperti orang kaya? Apakah dia orang kaya, tetapi memiliki kebiasaan mengumpulkan barang bekas sehingga tidak bisa membiarkan kaleng bekas minuman ringan seharga lima sen tergeletak di tempat sampah? Apakah dia membuang ke tempat samapah itu sepucuk surat cinta yang bisa mendatangkan kesulitan baginya, lalu dia berpura-pura sedang melakukan hal lain untuk berjaga-jaga kalu-kalau dia sebenarnya sedang dibuntuti seorang detektif swasta? Anda lihat, sebuah cerita dimulai begitu saja dan menawarkan beberapa arah yang berbeda dari sebuah pengamatan sekilas. Memang benar, saya tidak melihat hal yang begitu menarik perhatian seperti ini setiap hari, tetapi dua kali dalam sebulan sudah cukup untuk menuliskan sebuah cerita baru setiap bulannya. Tujuan utamanya adalah mencari sesuatu yang menarik perhatian, dan sesuatu itu bisa berkembang menjadi sebuah cerita.

Patung Bergerak Seorang Wanita di Sudut Rumah Makan
Seorang wanita duduk di sudut jendela rumah makan. Matanya terpaku pada sudut fokus penglihatan. Badannya lemas seperti kelaparan, namun makanan yang ada di hadapannyapun enggan di makan. Hanya dimain-mainkan dengan sendok dan garpu yang ia pegang pada kanan dan kiri tangannya. Mukanya pucat pasi. Pikirannya tampak melayang berada pada suatu tempat yang nyata.
Di depan meja makannya, duduklah seorang wanita tengah baya dengan bocah yang berpakaian putih merah. Sesekali mereka bercanda, lalu tertawa. Si bocah bercerita-cerita tentang apa yang ia alami di sekolah. Sesekali wanita tengah baya tersebut mencubit gemas pipi bocah kecil itu. Sambil melihat daftar menu wanita tengah baya terus menyimak ocehan bocah kecil itu. Tersenyum dan menanggapi ocehan si bocah kecil.
Selang beberapa menit, seorang pelayan perempuan menghampiri dua orang tamu tersebut. Dengan senyum ramah, ia menyapa para tamu lalu menyodorkan segelas air putih. Selanjutnya ia membuka secarik kertas kecil dan mencatat pesanan para tamu. Dengan sabar dan tanpa membuang senyum di wajahnya, ia menyimak dan mencatat setiap pesanan para tamunya. Dengan detail dicatat semua permintaan tamu. Tanpa ini, tanpa itu atau tambah ini, tambah itu. Semua dicatat dengan penuh amanat dan tanpa rasa kesal. “Baik. Pesanan Ibuk nanti akan kami antar. Mohon tunggu sebentar.” Membalikkan badan dan pergi ke dapur makanan.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar