TUGAS
METODE BERBASIS KOMUNITAS
Mata
Kuliah : Bahasa Indonesia
untuk Penutur Asing
Dosen
Pengampu : Dr. Eko Kuntarto, M.Pd.,
Disusun
oleh:
Kelompok
IV
1. Herti
Gustina A1B112005
2. Hari
Tri Suroyo A1B112015
3. Fitri
Lestari A1B112025

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2014
METODE BERBASIS KOMUNITAS
1.
Gambaran
Umum tentang Metode Berbasis Komunitas atau BBSB
Metode berbasis komunitas yaitu suatu metode yang
digunakan dalam pembelajaran bahasa dengan membentuk suatu kelompok. Metode ini
juga dengan sebutan Belajar Bahasa Secara Berkelompok atau BBSB.
Tujuan BBSB ialah untuk melengkapi pelajar bahasa
tujuan atau BT dengan kemampuan untuk:
1)
Menguasai BT yang mendekati penguasaan penutur asli,
2)
Mengembangkan perasaan kerjasama atau gorong-royong, dan
3)
Memupuk perasaan harga diri yang tinggi dalam hati pelajar.
Menurut Curran, proses belajar-mengajar terdiri dari
5 tahap, yakni:
1)
Tahap Kelahiran
Dalam tahap ini anak dipupuk untuk menanamkan
perasaan aman dan perasaan sebagai anggota masyarakat.
2)
Tahap Pencapaian Kebebasan
Dalam tahap ini anak makin lama makin banyak
belajar, dan segala pengalamannya itu menyebabkan ia makin besar kemampuan,
serta makin bebas dari pimpinan orang tuanya.
3)
Tahap Berbicara dengan Bebas
Anak sekarang mulai menunjukkan identitas dirinya
dengan sering menolak nasihat-nasihat orang lain yang tidak dimintanya.
4)
Tahap Penerimaan Kritik Membangun sebagai Hal yang Dapat Diterima
Dalam tahap ini, anak mulai merasa cukup memiliki
kepercayaan pada diri sendiri sehingga ia siap untuk menerima kritik membangun
orang lain yang tujuannya untuk memperbaiki kemampuan dirinya.
5)
Tahap Peningkatan Gaya Bahasa dan Pengetahuan Bentuk-Bentuk Linguistik
yang Wajar
Anak mulai meningkatkan sendiri gaya bahasa yang
kurang baik sehingga menjadi lebih memuaskan dirinya dan dapat menyesuaikannya
dengan situasi-situasi tertentu.
Kelebihan dari BBSB ini yakni sebagai berikut:
1)
Aktivitas mandiri pelajar atau orientasi pada pelajar.
2)
Belajar BT secara kerja sama yang erat menghasilkan suasana yang sehat
dan mengurangi rasa rendah diri pada pelajar yang lambat. Bahkan, rasa harga
diri dipupuk dalam kelas yang demikian.
3)
Para pelajar dari permulaan sudah belajar saling berkomunikasi dan
menggunakan kemampuan kognitif mereka untuk menerapkan kaidah-kaidah bahasa
sebelum mereka merumuskan kalimat-kalimat individual mereka.
Kelemahan-kelemahan BBSB yaitu sebagai berikut.
1)
Pada permulaan pengajaran, guru sudah menggunakan rekaman sebagai sarana
audio dan para pelajar sudah mulai membuat kalimat-kalimat sendiri. Itu hanya
dapat berjalan dengan lancar apabila para pelajar sudah memiliki pengetahuan
(meskipun minimal) dari tata bahasa BT dan kosakata, agar mampu menyusun
kerangka kalimat. Kalau guru sebagai penerjemah dan sumber memberikan
terjemahan untuk setiap kalimat yang diperlukan pelajar maka corak penyajian
cenderung berubah menjadi penyajian terjemahan.
2)
Silabus BBSB tidak dapat atau sukar dibukukan karena untuk setiap kelas
materi akan berubah. Penyajian di kelas berdasarkan proses (Process-based)
dan bukan pada isi materi (Content-based).
3)
Sehubungan dengan butir (2) mungkin materi yang tetap untuk semua kelas
ialah hanya yang berupa keterangan dari instruksi mengenai struktur BT. Bahkan
banyak waktu disediakan untuk belajar struktur BT (menggantikan kalimat aktif
ke kalimat pasif, membuat pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban ya/tidak, dan
sebagainya).
4)
Penggunaan perekam suara mungkin dapat menjadi suatu hambatan bagi
pelajar yang tidak biasa dengan penyajian ini, khususnya merekam kemudian
memutar rekaman lagi. Lagipula ini dapat menghabiskan waktu yang sangat
berharga itu.
5)
Peran guru yang baru itu (Penyuluh, penerjemah, atau narasumber) mungkin
dapat menyebabkan para pelajar merasa frustasi karena tidak ada hubungan
guru-pelajar yang mereka harapkan. Hubungan guru-pelajar dapat dirasa lebih
memberi perasaan aman (Security) kepada pelajar. Stevick (op. cit)
mengatakan bahwa guru harus berdiri di tengah, tidak terlalu dekat pada pelajar
dan secara objektif memberi bimbingan apabila diminta.
6)
Evaluasi kemajuan pelajar (tes formatif) maupun evaluasi akhir
program (tes sumatif) mungkin lebih rumit dilakukan dibanding
evaluasi-evaluasi dalam kelas biasa.
2.
Latar
Belakang/ Sejarah Metode Berbasis Komunitas atau BBSB
Metode ini diperkenalkan oleh Charles A. Curran dan
rekan-rekannya (1976). Curran sendiri bukan seorang guru bahasa, melainkan
seorang ahli psikologi yang mengambil spesialisasi dalam penyuluhan (Counseling).
Penerapan teknik-teknik penyuluhan pada pelajaran pada umumnya dikenal dengan
nama pelajaran penyuluhan (Counseling Learning). Curran mengarang suatu
metode khusus untuk mengajar bahasa yang diberi nama “belajar bahasa secara
berkelompok” atau BBSB untuk singkatnya (Community Language Learning).
Metode ini sering disebut orang sebagai contoh dari
pendekatan humanistis pada pengajaran bahasa (humanistic aproach to language
teaching). Menurut Moskowitz, yang dikutip Richards dan Rodgers (op. cit)
istilah “humanistis” di sini berarti “percampuran dari semua emosi dan
perasaan-perasaan lain dari pelajar dalam proses belajar-mengajar BT yang
meliputi, harga diri dan perasaan bangga akan pencapaian cita-cita dengan usaha
sendiri dan penciptaan suasana kerja sama yang erat di dalam kelas.”
Teori yang mendasari BBSB ini ialah pemikiran bahwa
apa yang sebenarnya dipelajari oleh manusia pada umumnya itu bersifat kognitif
dan afektif. Pelajaran disajikan sedemikian rupa sehingga tercipta suatu
suasana yang memungkinkan pelajar (bahasa) berkomunikasi atau berinteraksi
dengan sesama pelajar secara bebas. Dengan demikian, pelajar (bahasa) mengalami
semua masukan dari luar secara menyeluruh, yakni melalui pikiran (kemampuan
kognitif) dan perasaannya (kemampuan afektif).
3.
Karakteristik
Metode Berbasis Komunitas atau BBSB
Karakteristik metode berbasis komunitas atau BBSB,
yaitu sebagai berikut.
1)
Dalam
menjalankan perannya sebagai pembimbing (konselor), pengajar bersikap pasif.
2)
Pengajar
membantu para pembelajar berekspresi secara bebas (mengatakan apa yang ingin
mereka katakan).
3)
Para
pembelajar belajar secara berkelompok; mereka duduk di tempat duduk yang
membentuk lingkaran; pengajar berada di luar lingkaran, siap memberikan
bantuan; belajar kelompok dapat mengurangi rasa takut dan dapat merangsang para
pembelajar untuk mengekspresikan ide-ide dan perasaan-perasaan mereka.
4.
Langkah-Langkah
Metode Berbasis Komunitas atau BBSB
Langkah-langkah yang diambil guru dalam penyajian BT
sesuai dengan perannya sebagai penyuluh bahasa, penerjemah, dan narasumber.
Langkah-langkah itu pada dasarnya sebagai berikut:
1)
Pengunaan alat perekam pita suara (tape-recorder) guna merekam
percakapan antara para pelajar. Jumlah pelajar dibatasi antara 5-10 orang agar
program pengajaran BT lebih efektif. Para pelajar bebas untuk memilih topik apa
saja yang ditentukan secara konsensus oleh setiap kelompok. Sesudah mereka
menyiapkan diri sebentar, mereka diminta untuk merekam suaranya; setiap pelajar
berganti-ganti mendapat giliran untuk menyatakan sesuatu. Guru memberi
terjemahan untuk setiap kalimat yang diminta.
2)
Sesudah kira-kira 20 menit rekaman, percakapan dihentikan oleh guru.
Rekaman diputar kembali agar para pelajar mendengarkannya. Pemutarannya kalimat
(ujaran) demi kalimat.
3)
Sesudah kalimat diperdengarkan, guru menghentikan rekaman untuk memberi
waktu kepada para pelajar untuk mengusulkan saran-saran perbaikan apabila ada
kesalahan yang dibuat mereka sendiri.
4)
Pada pertemuan berikutnya, para pelajar disuruh mendengarkan rekaman
dalam butir (3) sekali lagi dan mereka menulis transkripsi rekaman
secara kerja sama.
5)
Sesudah guru membaca transkripsi rekaman itu, ia dapat menentukan
struktur-struktur tata bahasa mana yang harus dipelajari ulang. Oleh karena
percakapan itu banyak terdiri dari tanya jawab, pelajaran-pelajaran menekankan
butir-butir tata bahasa yang diperlukan untuk bertanya jawab (umpamanya,
konstruksi-konstruksi pertanyaan yang menuntut jawaban ya atau tidak dan
pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh informasi).
6)
Dengan menggunakan kalimat-kalimat yang disusun pelajar sendiri, guru
dapat memberi instruksi untuk mengubah bentuk kalimat dari bentuk yang satu
menjadi bentuk kalimat yang lain; umpamanya, dari kalimat pernyataan menjadi
kalimat pertanyaan, dan kalimat aktif menjadi kalimat pasif.
(Subyakto-Nababan,
S. U. 1992. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar